Kamis, 03 April 2014

'RENUNGAN UNTUKU,UNTUKMU DAN UNTUK SEMUA '


Bila orang yang mencintaimu memutuskan untuk pergi meninggalkan dirimu dan engkau tau kepergiannya untuk orang lain..
BERSYUKURLAH ..kerana akan datang orang lain yang cintanya lebih besar dari dia yang dulu mencintaimu dan memutuskan pergi darimu..
IKHLASKANLAH..kerana meski di hadapanmu dia sudah baik tapi belum tentu dia yang TERBAIK untukmu..
BERSABARLAH...kerana yang sempurna dari yang tersempurna akan dihadirkan untukmu yaitu orang yang memang ditakdirkan untukmu..
HENTIKAN...Tangismu kerana tau kah ketika engkau menangisinya,,?Dia sedang berada dipelukan orang yang ia pilih menjadi pendampingnya dan sesungguhnya air matamu bukanlah untuk orang yang tepat air matamu jatuh sia_sia bukan,,,?
SEMANGATLAH...menantikan dia yang memang baik bukan hanya di hadapanmu tapi juga baik di hadapan ALLAH AZZA WA JALLA yang akan membangun puing_puing kehancuran hatimu dengan Cinta yang hanya kematian memisahkanmu dengannya..insyaAllah.

MEMILIH PEMIMPIN

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai pentingnya negara dan keberadaan negara untuk menerapkan, menjaga dan mengemban Islam. Bahkan Hujjatu al-Islâm, Imam al-Ghazâli (w. 555 H), menyatakan:
الدين والسلطان توأمان.. الدين أسوالسلطان حارس، فما أس له مهدوم، وما لا حارس له فضائع
Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu tanpa pondasi pasti akan runtuh dan sesuatu tanpa penjaga pasti akan hilang.1
Para ulama’ ushul telah memasukkan negara (dawlah) sebagai bagian dari kemaslahatan vital (mashlahah dharûriyyah), yang ketiadaannya akan menyebabkan kerusakan dalam kehidupan umat manusia.2
Negara didefinisikan oleh al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddn an-Nabhani sebagai:
كيان تنفيذي لمجموعة المفاهيم، والمقاييس والقناعات التي تقبلتها مجموعة من الناس
Entitas pelaksana untuk melaksanakan kumpulan pemahaman, standarisasi dan keyakinan yang diterima oleh sekumpulan umat manusia. 3
Karena itu, adanya negara untuk mengurus urusan merupakan masalah vital dalam kehidupan umat manusia. Masalah ini dianggap sebagai masalah yang sudah dimaklumi urgensinya dalam Islam atau yang biasa disebut ma’lûm[un] min ad-dîn bi ad-dharûrah.
Di mana letak urgensinya? Dalam pandangan Imam al-Ghazâli, negara berfungsi sebagai penjaga agama (hâris). Sebenarnya negara bukan hanya berfungsi sebagai penjaga, tetapi lebih dari itu. Negara juga berfungsi untuk menerapkan hukum syariah serta menjaga dan mengemban risalah Islam kepada umat lain. Karena itu, negara merupakan metode baku dalam Islam untuk menerapkan, menjaga dan mengemban hukum syariah.4
Ini tentang esensi negara, fungsi dan kedudukannya dalam Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Islam, bahkan menjadi satu-satunya metode baku dalam menerapkan, menjaga dan mengemban Islam. Inilah Khilafah Islam. Karena itu hukum menegakkan Khilafah, ketika tidak ada, wajib bagi umat Islam. Sebab, tanpa Khilafah ini mustahil Islam bisa diterapkan, dijaga dan diemban ke seluruh dunia. Kaidah syariah menyatakan:
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna, kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.
Khilafah atau Negara Islam, esensinya adalah kekuasaan yang melakukan pengurusan kemaslahatan rakyat, dan mensupervisi pelaksanaannya dengan Islam. Karena kekuasaan dalam Islam itu bersifat tunggal, bukan kolektif, maka Khilafah atau Negara Islam itu esensinya adalah Khalifah. Karena itu pembahasan para ulama’ tentang kewajiban mengangkat khalifah (nashb al-imâm), sesungguhnya bukan hanya membahas tentang kewajiban mengangkat individu khalifah, tetapi sekaligus kewajiban mendirikan Khilafah. Imam al-Farra’ (w. 458 H) menyatakan, “Mengangkat imam hukumnya wajib. Ahmad ra. berkata dalam riwayat Muhammad bin ‘Auf bin Sufyan al-Humashi, ‘Fitnah, jika tidak ada imam yang mengurusi urusan umat manusia.’” 5
Al-Imidi (w. 631 H) menyatakan, “Mazhab Ahl al-Haq di kalangan kaum Muslim menyatakan, bahwa mengangkat imam (khalifah) dan para pengikutnya hukumnya fardhu bagi kaum Muslim.” 6
Ibn Hazm al-Andalusi (w. 456 H) menyatakan, “Semua Ahlu Sunnah sepakat tentang kewajiban Imamah. Umat wajib tunduk kepada Imam yang adil dan menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka serta mengurus mereka dengan hukum-hukum syariah.”7
Al-Baghdadi (w. 429 H) menyatakan, “Sesungguhnya adanya Imamah hukumnya fardhu bagi umat dalam rangka mengangkat imam.” 8
Kewajiban tersebut ditarik dari sejumlah dalil, di antaranya firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan penguasa di antara kalian (QS an-Nisa’ [4]: 59)
Perintah untuk menaati penguasa yang menerapkan hukum Allah di antara kalian juga merupakan perintah untuk mengangkatnya, jika penguasa tersebut tidak ada. Sebab, Allah SWT tidak akan mungkin memerintahkan sesuatu yang tidak ada. Allah SWT juga tidak akan memerintahkan kewajiban menaati sesuatu yang adanya tidak wajib. Ini menjadi bukti, bahwa adanya uli al-amr (penguasa) yang menerapkan hukum Allah ini adalah wajib.
Karena itu Syaikh Wahhab Khallaf menyatakan, “Wajib menjadikan urusan kepemimpinan ini sebagai bagian dari agama dan taqarrub yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.” 9
Bahkan beliau menegaskan, “Mengurusi urusan umat manusia ini merupakan kewajiban agama yang paling agung. Bahkan agama ini tidak akan tegak, kecuali dengannya.” 10
Karena itu semua konteks pembahasan para ulama, baik ushul, fikih maupun tafsir, dalam kaitannya tentang kewajiban mengangkat imam atau memilih pemimpin ini adalah dalam rangka menerapkan, menjaga dan mengemban Islam. Bukan asal pemimpin, apalagi pemimpin yang dipilih untuk menerapkan hukum kufur. Pasalnya, selain nas-nas yang memerintahkan ketaatan, juga ada nas-nas yang melarang ketaatan terhadap orang tertentu, dengan sifat dan perbuatan tertentu. Allah SWT berfirman:
وَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ
Janganlah kalian mentaati orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu (QS al-Ahzab [33]: 48)
وَلا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا
Janganlah kalian menaati orang-orang yang berdosa dan orang-orang kafir di antara mereka (QS al-Insan [76]: 24)
Ayat-ayat di atas melarang kita untuk menaati orang kafir, orang munafik dan orang-orang yang berdosa. Nabi saw. juga bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam melakukan kemaksiatan kepada sang Pencipta (HR Ahmad)
Dengan demikian, kewajiban menaati pemimpin di antara kaum Muslim ini dibatasi pada pemimpin yang menerapkan hukum Islam, bukan pemimpin yang menerapkan hukum kufur. Jika pemimpin seperti ini tidak ada, maka hukum mengadakannya menjadi wajib. Karena itu, dalil terkait dengan kewajiban mengangkat atau mengadakan pemimpin seperti ini tidak bisa diberlakukan secara umum, termasuk untuk memilih atau mengangkat pemimpin yang tidak menerapkan hukum Islam.
Menggunakan dalil ketaatan kepada pemimpin, khususnya QS an-Nisa’ [04]: 59, untuk menaati pemimpin yang tidak taat kepada Allah dan Rasul juga tidak tepat. Apalagi untuk menarik hukum tentang kewajiban mengangkat pemimpin yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tentu lebih tidak relevan lagi, baik dari aspek manthûq, mafhûm maupun syubhat ad-dalîl. Bahkan penggunaan nas-nas al-Quran maupun as-Sunah untuk menyatakan pandangan seperti itu merupakan bentuk iftirâ’ (kebohongan besar) terhadap Allah, serta penyesatan opini yang besar sekali dosanya di sisi Allah SWT. [KH. Hafidz Abdurrahman]
Catatan kaki:
1 Hujjatu al-Islam, Abu Hamid al-Ghazali, Al-Iqtishad fi al-I’tiqad, hlm. 255-256.
2 Lihat: Al-Hafizh as-Syathibi, Al-Muwafaqat fi ‘Ulum as-Syari’ah, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, II/12; Muhammad Husain ‘Abdullah, Dirasat fi al-Fikr al-Islami, Dar al-Bayariq, Beirut, cet. I, 1990, hml. 44-45.
3 Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, Min Mansyurat Hizb at-Tahrir, I/6.
4 Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam, Min Mansyurat Hizb at-Tahrir
5 Al-Qadhi Abu Ya’la al-Farra’, Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, cet. 1983, hlm. 19.
6 Saifuddin al-Amidi, Ghayat al-Maram, hlm. 364.
7 Al-Hafidh Ibn Hazm al-Andalusi, Al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal, IV/87.
8 Al-Qahir al-Baghdadi, Al-Farqu bayna al-Firaq, hlm. 210.
9 ‘Abdul Wahhad Khallaf, As-Siyasah as-Syar’iyyah, hlm. 162.
10 Ibid, hlm. 161.

Senin, 31 Maret 2014

SIKAP DASAR KADER DALAM BERMUHAMMADIYAH

Orang-orang takwa selalu terdorong untuk merealisasikan ajaran Islam agar menjadi rahmat bagi seluruh alam sebagai bentuk penyembahannya kepada Allah. Ajaran Islam yang sudah diformulasikan dalam Al Qur'an dan Sunnah merupakan petunjuk bagi manusia untuk memahami dan menjalani hidup dari alam ruh sampai ke alam akhirat.
            Setiap manusia memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam semesta, dan Allah atas pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam. Manusia secara individu memiliki banyak keterbatasan dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam. Oleh karena itu, interaksi dan kerjasama antar individu yang memiliki kesamaan ideologi dan tujuan akan mampu meningkatkan kapasitas dan kualitas pengabdiannya kepada Allah.
            Inspirasi pendirian Persyarikatan Muhammadiyah secara normatif  berasal dari berbagai nilai dasar Islam yang tercantum dalam Al Qur'an dan Sunnah. Penggunaan sebagian nilai dasar Islam sebagai ispirasi pendirian organisasai tidak bermaksud menafikan nilai-nilai dasar Islam lainnya. 
            Hal tersebut lebih disebabkan oleh kesadaran akan keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam secara keseluruhan di satu sisi. Keterbatasan tersebut, di sisi lain berfungsi sebagai penciri antara satu organisasai dan organisasai lainnya.
            Inspirasi organisatoris Persyarikatan Muhammadiyah yang sangat terkenal diambil dari firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 104 (3:104), yang artinya sebagai berikut:Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”(QS Ali 'Imran/3: 104).
                Pemahaman secara awam terhadap QS Ali 'Imran/3: 104 di atas berdasarkan QS Ali 'Imran/3 ayat 102, 103, dan 105 bagi Persyarikatan Muhamadiyah adalah:
1. Seruan untuk melaksanakan kebajikan, berbuat baik, tidak berbuat jahat lebih efektif dilaksanakan secara bersama-sama dan terorganisir dalam suatu organisasi Muhammadiyah.
2. Individu-individu yang bersyarikat dalam Muhammadiyah adalah orang-orang yang beriman dan takwa dan hanya ingin mati dalam keadaan Islam.
3. Kader Muhammadiyah hendaklah selalu berpegang kepada tali Allah dan tidak bercerai berai.
4. Berpegang kepada tali Allah dan tidak bercerai berai merupakan sikap berorganisasai yang mensyukuri nikmat Allah, sehingga Allah berkenan mempererat tali persaudaraan dengan menyatukan hati dan menyelamatkan kita dengan petunjukNya.
5.Memajukan organisasi memerlukan kreativitas dan kadang kala disertai dengan improvisasi. Hal ini sangat potensial menimbulkan perbedaan pemahaman dan berkembang menjadi konflik yang dapat merusak persaudaraan bahkan sampai bercerai berai.
 
            Segolongan umat yang menggerakkan Persyarikatan Muhammadiyah minimal memenuhi kelima indikator tersebut di atas dan insya Allah akan menjadi golongan yang beruntung.
            Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk jangka waktu yang tidak dibatasi oleh manusia. Kader Muhammadiyah harus menjaga karakteristik dan fokus tujuan gerakan yang menjadi ciri pembeda antara organisasai Muhammadiyah dan organisasai lain. Perubahan keadaan lingkungan internal dan eksternal Muhammadiyah sangat potensial melemahkan karakter dan merusak fokus gerakan. Konsistensi sikap kader sangat diperlukan untuk memperkuat karakter dan mempertajam fokus gerakan Muhammadiyah.
            Penguatan karakter dan penajaman fokus gerakan dapat dijaga melalui perumusan dan pelaksanaan putusan Tarjih Muhammadiyah. Upaya tersebut telah dimulai sejak tahun 1935 dengan perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
            Rumusan pertama sebagai hasil kajian tim Tarjih Muhammadiyah adalah tentang sikap dasar Muhammadiyah dalam persoalan agama secara umum yang dikenal sebagai Mabadi Khamsah  (Masalah Lima). Penyelesaian rumusan tersebut tertunda karena adanya penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan. Perumusan Masalah Lima tersebut dilanjutkan pada akhir tahun 1954 dan selesai pada awal tahun1955 dalam Muktamar Khusus Majelis Tarjih di Yogyakarta.
                Kitab Masalah Limamemperjelas tentang sikap dasar kader Muhammadiyah dalam bidang agama, dunia, ibadah, sabililah, dan qiyas. Konsep lima sikap dasar kader Muhammadiyah tersebut adalah sebagai berikut:
 
1. Agama
a. Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Quran dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
b. Agama adalah apa yang disyari’atkan Allah dengan perantaraan Nabi-nabinya, berupa perintah-perintah dan larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat.
 
2. Dunia
            Urusan dunia yang dimaksud dalam sabda Rasulullah saw : "Kamu lebih mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi. Segala perkara yang dimaksud ialah perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia.
 
3. Ibadah
            Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan menta’ati segala perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum ada yang khusus:
a. Ibadah umum ialah segala amalan yang diidzinkan Allah.
b. Ibadah khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan caracaranya yang tertentu.
 
4. Sabilillah
            Sabilillah ialah jalan yang menyampaikan kepada keridlaan Allah, berupa segala ’amalan yang diizinkan Allah untuk memuliakan kalimat (agama)-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya.
 
5. Qiyas
a. Setelah persoalan qiyas dibicarakan dalam waktu tiga kali sidang, dengan mengadakan tiga kali pemandangan umum dan satu kali tanya jawab antara kedua belah pihak;
b.Setelah mengikuti dengan teliti akan jalannya pembicaraan dan alasan-alasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak, dan dengan MENGINSYAFI bahwa tiap-tiap keputusan yang diambil olehnya itu hanya sekedar mentarjihkan di antara pendapatpendapat yang ada, tidak berarti menyalahkan pendapat yang lain.
 
            Inspirasi pendirian Persyarikatan Muhammadiyah menjadi stimulan dari rumusan  sikap dasar kader Muhammadiyah. Sikap dasar kader yang benar akan mampu mengawal dan mengembangkan gerakan Muhammadiyah sehingga tidak lepas dari poros inspirasi pendiriannya. Pemahaman dan konsistensi terhadap sikap dasar kader ini memperjelas fokus gerakan Muhammadiyah. 
            Oleh karena itu, setiap kader Muhammadiyah  harus memiliki sikap dasar yang disarikan dari Kitab Masalah Lima, sebagai berikut:
1. Segolongan orang yang menggerakkan Muhammadiyah adalah orang-orang takwa yang menjunjung tinggi persaudaraan dan tidak suka bercerai berai.
2. Agama Islam yang ditegakkan oleh Muhammadiyah adalah agama Islam yang dibawa oleh Muhammad dengan Al Qur'an dan Sunnah sebagai sumber ajarannya.
3. Al Qur'an dan Sunnah adalah rujukan mutlak dalam melaksanakan perintah, larangan, dan petunjuk gerakan untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
4. Urusan dunia yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia diserahkan sepenuhnya kepada kemampuan kreativitas manusia.
5. Kader Muhammadiyah harus selalu beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan meneladani Rasulullah dalam melaksanakan segala perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan.
6. Kader Muhammadiyah dalam melaksanakan gerakan persyarikatan harus selalu di jalan Allah.
7. Faham dan pendapat pribadi tidak serta merta dapat menjadi prinsip dasar gerakan Muhammadiyah, tetapi harus melalui pembahasan yang mendalam susuai dengan metode qiyas, sehingga mendapat tarjih dari Majelis Tarjih. (*)
 
*) Penulis adalah Sekretaris PDM Kabupaten Jember dan Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Jember.
 

Minggu, 23 Maret 2014

KARAKTER MANUSIA

Pengertian Karakter
karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seorang dari yang lain, tabiat, watak yang menjadi ciri khas seseorang

Macam-macam karakter
Hipocrates dalam Darwis (2009) menggolongkan manusia dalam empat jenis karakter, yaitu :

Sanguine : Pembicara, Orang sanguin sangat gampang dikenali. Dia adalah pusat perhatian, selalu riang, ramah, bersemangat, suka bergaul atau luwes dan suka berbicara. Segala sesuatu yang dihadapi dianggap sangat penting hingga dilebih-lebihkan tapi selalu pula dapat dilupakan begitu saja. Inilah salah satu kejelekan mereka disamping tidak disiplin, tidak bisa tenang atau gelisah, tidak dapat diandalkan dan cenderung egois.

Kolerik : Pemimpi, Seorang kolerik amat suka memerintah. Dia penuh dengan ide-ide, tapi tidak mau diganggu dengan pelaksanaannya sehingga lebih suka menyuruh orang lain untuk menjalankannya. Kemauannya yang keras, optimistik, tegas, produktif dipadu dengan kegemaran untuk berpenampilan megah, suka formalitas dan kebanggan diri menjadikannya seseorang yang berbakat pemimpin.
Tapi karena dia juga senang menguasai seseorang, tidak acuh, licik, bisa sangat tidak berperasaan ( sarkastis) terhadap orang dekatnya sekalipun, akan menjadikan dia sangat dibenci.

Melankolik : Pelaksana, Segala sesuatu amat penting bagi dia. Perasaannya adalah hal yang paling utama. Justru karena itu dia melihat sisi seni sesuatu, idealis, cermat, dan amat perfeksionis. Kelemahannya ialah ia selalu berpikir negatif, berprasangka buruk, yang membuatnya khawatir, dan sibuk berpikir.

Flegmatik : Penonton, Orangnya tenang, lembut, efisien, kurang bergairah, tapi juga tidak gampang kena pengaruh. Orang-orang akan menyangka dia tidak berminat atau tidak tertarik disebabkan oleh lamanya dia mengambil tindakan atas sesuatu. Dia bertindak atas dasar keyakinannya bukan atas dorongan naluri. Suka melindungi diri, tidak tegas, penakut, kikir adalah kelemahannya.

Dari keempat temperamen diatas, seseorang mungkin memiliki suatu jenis kepribadian utama yang dipengaruhi oleh kepribadian lain. Jadi bagaimana cara kita agar karakter yang kita bentuk sesuai dengan apa yang kita inginkan. Setelah karakter yang kita inginkan sudah kita temukan maka selanjutnya kita hanya berusaha untuk terus melanjutkan karakter seperti apa yang telah kita munculkan dari awal tadi.

Jumat, 21 Maret 2014

ENAM KEKUATAN SUPER PADA MANUSIA

  1. Kekuatan Impian (The Power of Dreams), Untuk memperoleh hal-hal terbaik dalam kehidupan ini, setiap kita harus memiliki impian dan tujuan hidup yang jelas. Setiap kita harus berani memimpikan hal-hal terindah dan terbaik yang kita inginkan bagi kehidupan kita dan kehidupan orang-orang yang kita cintai. Tanpa impian, kehidupan kita akan berjalan tanpa arah dan akhirnya kita tidak menyadari dan tidak mampu mengendalikan ke mana sesungguhnya kehidupan kita akan menuju.
  2.  Kekuatan dari Fokus (The Power of Focus), Fokus adalah daya (power) untuk melihat sesuatu (termasuk masa depan, impian, sasaran atau hal-hal lain seperti: kekuatan/strengths dan kelemahan/weakness dalam diri, peluang di sekitar kita, dan sebagainya) dengan lebih jelas dan mengambil langkah untuk mencapainya. Seperti sebuah kacamata yang membantu seorang untuk melihat lebih jelas, kekuatan fokus membantu kita melihat impian, sasaran, dan kekuatan kita dengan lebih jelas, sehingga kita tidak ragu-ragu dalam melangkah untuk mewujudkannya.
  3.  Kekuatan Disiplin Diri (The Power of Self Discipline), Pengulangan adalah kekuatan yang dahsyat untuk mencapai keunggulan. Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang. Menurut filsuf Aristoteles, keunggulan adalah sebuah kebiasaan. Kebiasaan terbangun dari kedisiplinan diri yang secara konsisten dan terus-menerus melakukan sesuatu tindakan yang membawa pada puncak prestasi seseorang. Kebiasaan kita akan menentukan masa depan kita. Untuk membangun kebiasaan tersebut, diperlukan disiplin diri yang kokoh. Sedangkan kedisiplinan adalah bagaimana kita mengalahkan diri kita dan mengendalikannya untuk mencapai impian dan hal-hal terbaik dalam kehidupan ini.
  4.  Kekuatan Perjuangan (The Power of Survival), Setiap manusia diberikan kekuatan untuk menghadapi kesulitan dan penderitaan. Justru melalui berbagai kesulitan itulah kita dibentuk menjadi ciptaan Tuhan yang tegar dalam menghadapi berbagai kesulitan dan kegagalan. Seringkali kita lupa untuk belajar bagaimana caranya menghadapi kegagalan dan kesulitan hidup, karena justru kegagalan itu sendiri merupakan unsur atau bahan (ingredient) yang utama dalam mencapai keberhasilan atau kehidupan yang berkelimpahan.
  5.  Kekuatan Pembelajaran (The Power of Learning), Salah satu kekuatan manusia adalah kemampuannya untuk belajar. Dengan belajar kita dapat menghadapi dan menciptakan perubahan dalam kehidupan kita. Dengan belajar kita dapat bertumbuh hari demi hari menjadi manusia yang lebih baik. Belajar adalah proses seumur hidup. Sehingga dengan senantiasa belajar dalam kehidupan ini, kita dapat terus meningkatkan taraf kehidupan kita pada aras yang lebih tinggi.
  6.  Kekuatan Pikiran (The Power of Mind), Pikiran adalah anugerah Tuhan yang paling besar dan paling terindah. Dengan memahami cara bekerja dan mengetahui bagaimana cara mendayagunakan kekuatan pikiran, kita dapat menciptakan hal-hal terbaik bagi kehidupan kita. Dengan melatih dan mengembangkan kekuatan pikiran, selain kecerdasan intelektual dan kecerdasan kreatif kita meningkat, juga secara bertahap kecerdasan emosional dan bahkan kecerdasan spiritual kita akan bertumbuh dan berkembang ke tataran yang lebih tinggi. Semua dari kita berhak dan memiliki kekuatan untuk mencapai kehidupan yang berkelimpahan dan memperoleh hal-hal terbaik dalam kehidupannya. Semuanya ini adalah produk dari pilihan sadar kita, berdasarkan keyakinan kita, dan bukan dari produk kondisi keberadaan kita di masa lalu dan saat ini. Sebagaimana dikatakan oleh Jack Canfield dalam bukunya The Power of Focus, bahwa kehidupan tidak terjadi begitu saja kepada kita. Kehidupan adalah serangkaian pilihan dan bagaimana kita merespons setiap situasi yang terjadi pada kita.

Sabtu, 08 Maret 2014

PENGERTIAN BID'AH

Bid'ah menurut bahasa, diambil dari bida' yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.

Badiiu' as-samaawaati wal ardli
"Artinya : Allah pencipta langit dan bumi" [Al-Baqarah : 117]

Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.

Juga firman Allah.

Qul maa kuntu bid'an min ar-rusuli
"Artinya : Katakanlah : 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul". [Al-Ahqaf : 9].

Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta'ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.

Dan dikatakan juga : "Fulan mengada-adakan bid'ah", maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.

Dan perbuatan bid'ah itu ada dua bagian :

[1] Perbuatan bid'ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.

[2] Perbuatan bid'ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)". Dan di dalam riwayat lain disebutkan : "Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak".

MACAM-MACAM BID'AH

Bid'ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :

[1] Bid'ah qauliyah 'itiqadiyah : Bid'ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu'tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.

[2] Bid'ah fil ibadah : Bid'ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak disyari'atkan oleh Allah : dan bid'ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :

[a]. Bid'ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari'at Allah Ta'ala, seperti mengerjakan shalat yang tidak disyari'atkan, shiyam yang tidak disyari'atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.

[b]. Bid'ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.

[c]. Bid'ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyari'atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjama'ah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

[d]. Bid'ah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang disari'atkan, tapi tidak dikhususkan oleh syari'at yang ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya'ban (tanggal 15 bulan Sya'ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di syari'atkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.

HUKUM BID'AH DALAM AD-DIEN

Segala bentuk bid'ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat". [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak".

Dan dalam riwayat lain disebutkan :

"Artinya : Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak".

Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat dan tertolak.

Artinya bahwa bid'ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.

Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid'ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu, berdo'a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid'ah seperti bid'ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu'tazilah. Ada juga bid'ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo'a disisinya. Ada juga bid'ah yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana halnya bid'ah Khawarij, Qadariyah dan Murji'ah dalam perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid'ah yang merupakan maksiat seperti bid'ahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima' (bersetubuh).

Catatan :
Orang yang membagi bid'ah menjadi bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah syayyiah (jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Artinya : Sesungguhnya setiap bentuk bid'ah adalah sesat".

Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid'ah itu adalah sesat ; dan orang ini (yang membagi bid'ah) mengatakan tidak setiap bid'ah itu sesat, tapi ada bid'ah yang baik !

Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya "Syarh Arba'in" mengenai sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Setiap bid'ah adalah sesat", merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : "Artinya : Barangsiapa mengadakan hal baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak". Jadi setiap orang yang mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.

Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan bahwa bid'ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu pada shalat Tarawih : "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", juga mereka berkata : "Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)", yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya".

Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari'at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu 'anhu : "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", maksudnya adalah bid'ah menurut bahasa dan bukan bid'ah menurut syariat. Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat sebagai rujukannya jika dikatakan "itu bid'ah" maksudnya adalah bid'ah menurut arti bahasa bukan menurut syari'at, karena bid'ah menurut syariat itu tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya.

Dan pengumpulan Al-Qur'an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur'an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.

Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama'ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu menjadikan mereka satu jama'ah di belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid'ah dalam Ad-Dien.

Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur'an. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur'an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang ; semoga Allah Ta'ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu 'alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.


[Disalin dari buku Al-Wala & Al-Bara Tentang Siapa Yang harus Dicintai & Harus Dimusuhi oleh Orang Islam, oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan At-Tibyan Solo, hal 47-55, penerjemah Endang Saefuddin.]

Jumat, 28 Februari 2014

MUHASABAH ZAMAN

Aku khawatir terhadap suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan.
Keyakinan tinggal pemikiran, yang tidak berbekas pada perbuatan.
Banyak orang baik, tapi tidak berakal.
 Ada orang berakal, tapi tidak beriman.
Ada yang berlidah fasih, tapi berhati lalai.. 
 Ada yang khusyuk, tapi sibuk dalam kesendirian.
Ada yang ahli ibadah, tapi mewarisi kesombongan iblis.
Ada yang ahli maksiat, tapi rendah hati bagaikan sufi.
Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat, dan.
Ada yang banyak menangis karena kufur nikmat.
Ada yang murah senyum, tapi hatinya mengumpat.
Ada yang berhati tulus, tapi wajahnya cemberut.
Ada yang berlisan bijak, tapi tak memberi teladan.
Ada pezina, yang tampil jadi figur.
Ada yang punya ilmu, tapi tidak paham.
Ada yang paham, tapi tidak menjalankan.
Ada yang pintar, tapi membodohi.
Ada yang bodoh, tapi tak tahu diri.
Ada yang beragama, tapi tidak berakhlak.
Ada yang berakhlak, tapi tidak ber-Tuhan.
Lalu, diantara semua itu.. aku ada dimana?!
(ALI BIN ABI THOLIB, rodhiyaLLohu 'anhu)
"Kehidupan hati, adalah sumber dari segala kebaikan. Kematian hati, adalah sumber dari segala keburukan. Hati tidak bisa hidup dan sehat, kecuali dengan menjadikan Allah Swt, sebagai Rabbnya, Tujuan hidupnya, dan Sesuatu yang paling dicintainya." (Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah)