Sabtu, 07 Desember 2013

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM



Oleh : Surindi
BAB I
PENDAHULUAN
A.           LATAR BELAKANG
            Pendidikan adalah proses yang kompleks. Menurut H.M. Arifin pendidikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya.[1]  Sedangkan menurut Al Attas M. Nuquib pendidikan adalah proses ganda, bagian pertamanya adalah melibatkan masuknya unit-unit makna suatu obyek pengetahuan kedalam jiwa seseorang dan yang kedua melibatkan sampainya jiwa pada unit-unit makna tersebut.[2] Untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan dalam pendidikan, jelas diperlukan adanya jalan atau sarana yang mengantarkan pada tujuan tersebut. Adapun sarana atau jalan dalam pendidikan sering disebut kurikulum.
Kurikulum menurut Romine (1954) yang dikutib Oemar Hamalik mendefinisikan  sebagai berikut :
“Curriculum is interpreted to meand all of the organized courses, activites and experiences which pupil have under direction of the school, whether in the classroom or not.”[3]


Menurut Mohammad Al Toumy Al Syaibany dalam Abudin Nata mendefinisikan kurikulum dalam bahasa Arab “Manhaj” yang bermakna jalan terang, atau jalan terang yang dilalui manusia dalam kehidupan. Pengertian ini terkait dengan hal yang paling menonjol dari isi kurikulum, yaitu susunan bahan atau mata pelajaran yang akan digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pendidikan.[4]
Sedangkan pengertian kurikulum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, pasal 1 ayat 19, adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Jadi pada hakekatnya kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan . Kurikulum sebagai suatu program terencana (Program of plained activities) memiliki rentang yang cukup luas sehingga membentuk suatu pandangan yang menyeluruh . Sehingga disatu pihak kurikulum bisa dimaknai dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas yang harus dimiliki melalui suatu pengalaman belajar, namun bisa dipandang sebagai program terencana dan menyeluruh yang menggambarkan kualitas suatu bangsa.
Pertama, karena adanya perubahan filosofi tentang manusia dan pendidikan, khususnya mengenai hakekat kebutuhan peserta didik terhadap pendidikan atau pembelajaran.
Kedua, cara karena cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga subject matter  yang harus disampaikan kepada peserta didik pun semakin banyak dan beragam. Pengembangan tersebut menjadi amat penting seiring dengan kontinuitas segala kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di masa depan.  Jenlink (1995) mengungkapkannya dengan mengatakan the future will be dramatically different from the present, and it is already calling us into preparation for major changes being brought to life by forces of change that will require us to transcend current mindsets of the world we know ---masa depan akan berbeda secara dramatis dari masa sekarang, dan itu sudah menuntut kita mempersiapkan untuk perubahan penting yang sedang terjadi pada kehidupan kita dengan kekuatan perubahan yang akan memerlukan kita mengalihkan pola pikir kita sekarang  tentang dunia yang kita ketahui.
Ketiga, adanya perubahan masyarakat, baik secara sosial, politik, ekonomi dan daya dukung lingkungan alam pada tingkat local maupun global. Berdasarkan tiga dasar tersebut sesuai dengan sifat kurikulum yang dinamis senantiasa perlu dievaluasi dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan esensial pendidikan. walaupun perlu saya tegaskan bahwa kurikulum bukan satu-satunya faktor penentu kualitas pendidikan, sehingga pada proses perbaikan mutu pendidikan harus memperhatikan faktor lain yang secara bersama-sama mendukung proses pencapaian tujuan pendidikan kita.
Dalam pengembangan sebuah kurikulum memperhatikan: pertama, harus bersifat antisipatif, adabtif dan aplikatif. Kedua, memperhatikan link and match antara in put dengan out put  dan out come yang dibutuhkan. Ketiga, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat bahawa:
“… dalam mengembangkan kurikulum banyak pihak yang berturut berpartisipasi, yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat.”[5]
Keempat, memperhatikan landasan utama dalam pengembangan kurikulum pendidikan. Keempat hal tersebut menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum. Landasan-landasan yang dimaksud adalah : (1) Landasan filosofis (2) Landasan psikologis (3) Landasan sosiologis atau landasan sosial budaya (4) Landasan pengembangan sosial budaya.[6]
            Kurikulum, dalam hal ini, membutuhkan landasan yang kuat agar dapat dikembangkan oleh sekolah. Namun, pada kenyataaannya kurikulum dibuat sesuai standar kompetensi dan standar nasional yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah. Seharusnya, pengembangan kurikulum itu dilakukan oleh sekolah atau lembaga pendidikan tersebut yang lebih mengerti dan paham kurikulum seperti apa yang lebih dibutuhkan. Pengalaman selama setengah abad negeri ini mengelola sendiri sistem pendidikannya menunjukkan, setiap kali muncul pembicaraan yang mengarah pada upaya perbaikan sistem pendidikan nasional selalu yang menjadi titik berat perhatian adalah pembenahan kurikulum.[7] Termasuk didalamnya lahirnya kurikulum 2013 yang terkesan dipaksakan.
            Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Apakah benar kurikulum memang memiliki dasar dan landasan yang kuat yang memang disiapkan agar peserta didik, pendidik, orang tua dan komponen pendidikan lainnya sesuai dengan tujuan pendidikan dan standar pendidikan. Apa yang mendasari itu semua? Benarkah kurikulum itu dibuat untuk memperbaiki kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru, yang sering disebut dengan evaluasi kurikulum? Dimana sistem evaluasi digunakan  untuk menentukan tingkat pencapaian keberhasilan peserta didik dalam bentuk hasil khusus.[8]

B.            RUMUSAN MASALAH
            Dari latar belakang di atas, maka penulisrumusan masalah yang akan dibahas adalah
1.            Apa landasan utama sebagai dasar pijak pengembangan kurikulum?
2.            Bagaimana Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI?

C.           TUJUAN PENULISAN
1.             Mengetahui Landasan utama Pengembangan Kurikulum
2.             Mengetahui pendekatan Pengembangan kurikulum PAI
D.           KEGUNAAN
Dalam pembuatan makalah ini, ada beberapa manfaat yang dapat diambil:
1.             Adanya  makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran terhadap suatu ilmu.
2.             Penyusunan makalah ini dapat dikaji bersama dalam forum diskusi
3.             Mencari solusi yang bijak dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam dunia pendidikan terutama menyangkut pengembangan kurikulum berbasis nilai.

BAB II
PEMBAHASAN
A.            PENGEMBANGAN KURIKULUM
            Istilah pengembangan menunjukan kepada suatu kegiatan yang menghasilkan suatu cara yang baru dimana suatu kegiatan tersebut penilaian dan penyempurnaan terhadap cara tersebut terus dilakukan, pengertian pengembangan ini berlaku juga dalam bidang pendidikan. [9] Murray Print mengatakan bahwa pembangunan kurikulum adalah :”curriculum development is defined as the process of plaining, constructing, implementing, and evaluating learning opportunities intended to produce desired changes in learners.”[10] Maksudnya bahwa pengembangan kurikulum adalah sebagai proses perencanaan, membangun, menerapkan dan mengevaluasi peluang pembelajaran diharapkan menghasilkan perubahan dalam belajar.
            Kepada Kurikulum informal terdiri atas kegiatan yang direncanakan, namun tidak langsung berhubungan dengan kelas atau mata pelajaran tertentu dan kurikulum itu dipertimbangkan sebagai pelengkap bagi kurikulum formal. Kurikulum formal mengikuti rencana kurikulum itu sendiri dan rencana pengajaran yang keduanya ini akan menjadi fokus pembicaraan kita, yaitu apakah pengembangan kurikulum itu? Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.[11]      
            Berdasarkan pandangan di atas bahwa keberhasilan kegiatan pengembangan kurikulum dalam proses pendidikan dan pengajaran dijumpai beberapa hal pokok yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum. Pertama, adalah filsafat hidup bangsa, sekolah dan guru itu sendiri. Dalam hal ini negara Indonesia adalah negara Pancasila. Jadi segala kegiatan sekolah atau proses belajar mengajar yang diselenggarakan di sekolah harus diarahkan pada pembentukan pribadi peserta didik ke arah manusia Pancasila.[12] Kedua, adalah pertimbangan harapan, kebutuhan dan permintaan masyarakat akan produk pendidikan. Hal ini berarti asas relevansi pengembangan kurikulum harus dijaga. Disamping itu kondisi masyarakat lokal perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurkulum.[13] Ketiga, hal yang penting dalam pengembangan kurikulum adalah kesesuaian kurikulum dengan kondisi peserta didik. Sebab kurikulum pada dasarnya adalah untuk peserta didik. Oleh karena itu dalam pengembangan kurikulum para pengembang kurikulum harus memperhatikan karakteristik peserta didik, baik karakteristik umum maupun khusus.[14] Keempat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri untuk dipertimbangkan dalam proses pengembangan kurikulum. Pada hakikatnya kurikulum berisikan ilmu pengetahuan dan teknologi (meskipun tidak semua isi kurikulum). Tetapi pada hakikatnya ilmu pengetahuan yang ada sedang berkembang dan dikembangkan perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum.[15]
            Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang dicapai bukan semata mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih dititikberatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pengamanan kurikulum merupakan proses yang menyangkut banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Disamping keempat determination sets tersebut di atas, masih banyak lagi hal yang perlu dipertimbangkan misalnya pertentangan akan pernyataan tentang kurikulum. Siapa yang terlibat dalam pengambangan kurikulum, bagaimana prosesnya, apa tujuannya dan kepada siapa ditujukan. Untuk menjawab permasalahan ini, maka perlu ditinjau lagi tentang  pengembangan kurikulum menurut pendapat beberapa hal lain.[16]

B.            LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
            Menurut Tyler, landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, sosial, budaya dan psikologis. Pendapat tersebut serupa dengan yang dikemukakan Murray Print bahwa landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, sosial budaya, dan psikologi, Perkembangan ilmu dan teknologi, perkembangan terakhir beliau menambahkan atau melengkapi landasan tersebut dengan landasan manajemen (organisatoris).[17]
Beberapa landasannya antara lain:
1.             Landasan Pengembangan Secara Filosofis
Landasan ini penting agar melihat suatu fenomena atau persoalan dengan sebenar-benarnya sehingga dapat menjadi penyelesaian secara bijak dan akurat. Menurut Ella Yuliawati, bahwa setiap aliran filsafat memiliki karakteristik masing-masing :
a.                 Perenialisme, lebih menekankan kepada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
b.                 Esensialisme, menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
c.                 Eksistensialisme, menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
d.                Progresivisme, menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
e.                 Rekonstruktivisme, merupakan erabolarasi lanjut dari aliran progresivisme. disamping menekankan perbedaan individual, rekonstruksivisme lebih menekankan tentang pemecahan masalah dan berfikir kritis.[18]
   Landasan filosofis pancasila yang dianut oleh Negara kita dengan prinsip demokratis, mengandung makna bahwa peserta didik diberi kebebasan untuk berkembang dan mampu berfikir intelegen dikehidupan masyarakat, melakukan aktivitas yang dapat memberikan manfaat terhadap hasil akhir dan menekankan nilai-nilai manusiawi dan kultural dalam pendidikan.[19] Dalam pengembangan kurikulum 2013 aplikasi filosofi  didasarkan pada kualitas yang perlu dimiliki generasi muda dibagi dalam :
a.                 Ide Kurikulum : (1) Competency-based curriculum (2) berdasar standar based, (3) Berakar pada budaya (4) mempersiapkan untuk kehidupan masa kini dan masa depan (5) menekankan keseimbangan antara Soft Skills dan hard skills.
b.                 Isi Kurikulum: (1) kompetensi inti (2)  Kompetensi dasar (3) konten lebih sederhana (4) kesesuaian dengan lingkungan peserta didik
c.                 Pembelajaran : (1) menekankan pada aplikasi (2) terkait dengan kehidupan (3) Mengembangkan kemampuan, mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah dan mengkomunikasikan temuan (4) menekankan pada kemampuan berpikir kritis, kreatif dan produktif (5) mengembangkan kemampuan belajar.
d.                 Penilaian hasil belajar : (1) Menekankan kepada kemampuan berpikir dan melakukan (2) Menekankan kepada sikap dan prilaku (3) Pengetahuan tetap dihargai.
2.             Landasan Pengembangan Secara Psikologis
                        Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian ada hubungan yang erat antara kurikulum dengan psikologi belajar dan psikologi anak.[20] Para ahli pengembangan kurikulum selalu menjadikan anak sebagai salah satu pokok pemikiran, agar anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma dan dapat menguasai sejumlah keterampilan. Persoalan yang penting ialah bagaimana anak itu belajar, dalam keadaan yang bagaimana pelajaran itu memberi hasil yang sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara yang efektif terhadap suatu proses yang pelik dan komplek tersebut, maka timbullah berbagai teori belajar.[21] Pendekatan dalam belajar ini memungkin penerapan teori belajar tentang kemampuan berpikir, kebiasaan belajar, sikap, dan ketrampilan psikomotorik. Kelompok kemampuan ini yang merupakan kompetensi utama dalam belajar dan termasuk ke dalam yang dinamakan developmental content, hanya dapat dikembangkan melalui suatu kegiatan belajar yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Kegiatan belajar yang dikembangkan dalam Obervation-based learning, Collaborative Learning, dan Project-Based Learning memberikan kesempatan yang leluasa untuk mengembangkan kemampuan kelompok developmental content. Aplikasi dari kegiatan belajar yang demikian adalah pada pengembangan kurikulum yang memiliki desain sesuai dengan karakteristik konten tersebut dalam bentuk proses belajar. Artinya, diperlukan suatu desain kurikulum yang menerapkan proses belajar yang berkelanjutan dan berkesimbungan.
3.             Landasan Pengembangan  Secara Sosial Budaya
Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat heterogen di tiap daerah dan masyarakatnya. Oleh sebab itu, masyarakat merupakan suatu faktor yang begitu penting dalam penggembangan kurikulum sehingga aspek sosiologis dijadikan salah satu asas. Dalam hal ini pun kita harus menjaga, agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau “ society centered curriculum “. Di Indonesia belum tertuju kearah itu, tetapi perhatian terhadap perkembangan kebudayaan yang ada di masyarakat sudah diwujudkan dalam bentuk kurikulum muatan lokal di tiap daerah. Dengan dijadikannya sosiologis sebagai landasan pengembangan kurikulum, maka peserta didik nantinya diharapkan mampu bekerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat.[22]
Demikian pula fenomena negatif yang mengemuka antara lain terkait dengan masalah perkelahian pelajar, masalah narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian, dan gejolak sosial di masyarakat (sosial unrest). Permasalahan sosial merupakan hal yang selalu harus mendapat perhatian kurikulum dan berpengaruh terhadap kurikulum, sebagaimana yang dikemukakan oleh Oliva (1992). Oliva mengatakan curriculum is a product of its time . . .. Curriculum reponds to and is changed by sosial forces, philosophical positions, psychological principles, accumulating knowledge, and educational leadership at its moment its history. 
Perubahan yang terjadi di masyarakat harus dijawab tetapi juga berpengaruh terhadap kurikulum sehingga perubahan kurikulum merupakan sesuatu yang tak dapat dielakkan.
4.             Landasan Pengembangan Kurikulum Dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
               Landasan ini berkenaan dengan perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Salah satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang. Masyarakat yang berkembang karena dipengaruhi perkembangan ilmu dan tekhnologi, yang memiliki pengaruh yang cukup kuat pada pengembangan kurikulum, terutama teknologi industri, transportasi, komunikasi, telekomunikasi dan elektronik yang menyebabkan masyarakat berkembang sangat cepat menuju masyarakat terbuka, masyarakat informasi dan global. Perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan setiap individu warga masyarakat, mempengaruhi pengetahuan, kebiasaan bahkan pola-pola hidup mereka.[23]
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan  berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka. Tantangan masa depan antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Di era globalisasi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang sedang dan akan berlangsung dalam waktu cepat. Dunia menjadi semakin transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas. Hubungan komunikasi, informasi, dan transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat sebagai akibat dari revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di WTO, ASEAN Community, APEC, dan AFTA. Tantangan masa depan juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, serta mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA yang hanya menduduki peringkat empat besar dari bawah. Penyebab capaian ini antara lain adalah karena banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat di kurikulum Indonesia.
Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara lain berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Disamping itu generasi Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan memiliki rasa tanggung-jawab terhadap lingkungan.

5.             Landasan Pengembangan Kurikulum Secara Organisatoris
               Landasan ini berkenaan dengan bentuk organisasi bahan pelajaran yang disajikan. Bagaimana bahan pelajaran akan disajikan. Apakah dalam bentuk bidang studi yang terpisah-pisah, ataukah di usahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broad field atau bidang studi seperti yang dilaksanakan di Indonesia pada saat ini. Contoh IPA, IPS, Bahasa dan lain-lain. Berdasarkan ilmu jiwa Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan. Karena kurikulum itu bermakna dan lebih relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated curriculum.[24]
               Mengacu kepada landasan pengembangan kurikulum di atas, maka tujuan kegiatan siswa akan menekankan pada pengembangan sikap dan perilaku agar berguna dalam suatu kehidupan masyarakat yang demokratis.[25]
               Dasar atau asas kurikulum adalah kekuatan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum susunan atau organisasi kurikulum. Dasar atau asas kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinant kurikulum. [26]
Herman H.Horne, memberikan dasar atau asas kurikulum dengan tiga macam yaitu:
1.             Dasar Psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (The ability and needs of children).
2.             Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari masyarakat (The legitimate demans of society).
3.             Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of univrse in which we live).[27]
               Namun pendapat di atas sesungguhnya belum menjamin bahwa suatu kurikulum dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena belum memasukkan nilai nilai yang wajib yang diresapi oleh peserta didik sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.[28]
As Syaibani menetapkan lima dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar religi, falsafah, psikologis, sosiologis dan organisatoris.
1.             Dasar Religius, dasar yang ditetapkan berdasarkan nilai nilai Ilahi yang tertuang dalam al Qur`an, Sunnah karena kedua kitab tersebut merupakan nilai kebenaran yang universal, abadi dan bersifat futuristik.[29]
2.             Dasar Falsafah, dasar ini memberi arah dan kompas tujuan pendidikan. Dengan dasar filosofis sehingga susunan kurikulum mengandung satu kebenaran terutama kebenaran dibidang nilai nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini dari suatu kebenaran. Hal tersebut karena satu kajian filsafat adalah sistem nilai, baik yang berkaitan dengan cara hidup dan kehidupan, norma norma yang muncul dari individu sekelompok masyarakat ataupun bangsa yang dilatarbelakangi pengaruh agama, adat istiadat dan konsep individu tentang pendidikan.[30]
3.             Dasar Psikologis, dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis anak didik yang berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi, sosial, kebutuhan dan keinginan individu, minat dan kecakapan. Dasar psikologis terbagi kepada dua macam, yaitu: pertama psikologi belajar, hakikat anak itu dapat dididik, dibelajarkan dan diberikan sejumlah materi dan pengetahuan. Disamping itu hakikat anak dapat merubah sikapnya serta dapat menerima norma norma, dapat mempelajari keterampilan keterampilan berpijak dari kemampuan anak tersebut. Oleh karena itu bagaimana kurikulum memberikan peluang belajar bagi anak tersebut dan bagaimana proses belajar berlangsung, serta dalam keadaan bagaimana anak itu memberi hasil yang sebaik baiknya. Kedua psikologi anak, setiap anak mempunyai kepentingan yakni untuk mendapatkan situasi situasi belajar kepada anak anak untuk mengembangkan bakatnya. Oleh karena itu wajarlah bila anak merupakan faktor penentu dalam pembinaan kurikulum yang berlangsung selama proses belajar mengajar.[31]
4.             Dasar Sosiologis, dasar ini memberikan implikasi bahwa kurikulum pendidikan memegang peranan penting terhadap penyampaian dan pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu, rekonstruksi masyarakat. Meskipun sering kita temukan kesulitan dalam bentuk kebudayaan macam apa yang patut disampaikan serta ke arah mana proses sosialisasi dan bentuk masyarakat yang bagaimana yang ingin direkonstruksikan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal tersebut karena tidak mudah mengkaji tuntutan masyarakat terutama karena adanya pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan masyarakat selalu dalam proses perkembangan sehingga tuntuannya dari masa kemasa tidak selalu sama.[32]
5.             Dasar Organisatoris, dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, yakni organisasi kurikulum. Dasar ini berpijak dari ilmu jiwa assosiasi yang menganggap kurikulum adalah sejumlah bagian bagiannya sehingga menjadikan kurikulum mata pelajaran yang terpisah pisah. Kemudian disusul ilmu jiwa Gestalt yang menganggap kurikulum mempengaruhi organisasi kurikulum yang disusun secara unit tanpa adanya batas batas antara berbagai mata pelajaran, kedua psikologi tersebut tidak lepas dari keuntungan dan kelebihannya.[33]
Tekanan pada munculnya landasan religius juga di muncul dari Heri Gunawan. Landasan religius dalam pengembangan kurikulum maksudnya, bahwa kurikulum yang dikembangkan dalam satuan pendidikan muatanya harus menyesuaikan dengan keinginan sang pencipta manusia tentang pembinaan manusia. Karena yang dibina dalam kurikulum adalah manusia. Pertanyaan berikutnya siapa pencipta manusia itu?  Nalar sehat kita akan mengatakan Allah SWT, dialah maha pencipta, pemelihara, pengatur sekaligus Tuhan semesta alam. Maka pengembangan kurikulum harus mengacu pada nilai-nilai spirit Al qur’an dan hadit nabiNya.


(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs?
 
 
 
 “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,” (3:103).
            Banyak yang beranggapan, agama itu terpisah dalam kehidupan. Atau dalam membicarakan kurikulum pendidikan jangan melibatkan agama tertentu. Rupanya hal ini menjadi suatu bagian yang melekat erat dalam pandangan dan anggapan masyarakat global sekarang yang tidak mengedepankan atau mengikutsertakan ajaran agama atau Islam untuk menjadi spirit dalam aktivitas dunia kehidupan.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAum-wsTyBS6jV3gKXA5KgOY1geLOwxh6duoU8YbU17dag-wWmCBKSs4pfY3G24327iPM0_i9_wQILp4LPhG8tNHhJULuBR3fu_c4eXFND-lkqxe_yo-wQCfObPSkADwjLuwi3pSF-gCM/s400/Al+quran.jpg
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."(5:45)
            Di sini saya mohon maaf, yang mengatakan zalim bukan saya, tapi Allah. Memutuskan perkara yang dimaksud dalam ayat ini jangan tarikanya disempitkan pada ranah hukum semata, tetapi semua ranah perikehidupan manusia menyangkut hajat orang banyak ya didalamnya menyangkut spirit kurikulum kita. Maka penting artinya konsep spiritual dimasukkan dalam salah satu landasan penyusunan kurikulum.
Kurikulum baru 2013 diarahkan kepada pendidikan nilai dan sikap, yang sekarang popular dengan pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin dari sifat kodratinya menuju kearah peradaban yang manusiawi dan lebih baik.[34]
 Menurut Jayadi  karena yang dibina adalah manusia maka pengembangan kurikulum harus menyesuaikan pada fitrah manusia. Fitrah manusia terdiri dari : (1) Fitah jasmani (2) fitrah ruhani (3) fitrah nafs.[35]
C.            Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI
               Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.[36]
               Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.[37]
               Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan rekontruksi sosial.[38]
               Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial.[39]
               Berikut adalah bentuk dari berbagai pendekatan pengembangan kurikulum PAI, antara lain:
1.             Pendekatan Subjek Akademis
                 Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan  konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.[40]
                 Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.[41]
2.             Pendekatan Humanistis
   Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.[42]
   Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[43]
1.             Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
2.             Menghormati individu peserta didik.
3.             Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:[44]
1.                 Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
2.                Kesadaran dan kepentingan.
3.                 Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.
Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:
1.                 Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.
2.                 Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta didik.
3.                 Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
4.                 Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.[45]
3.            Pendekatan Teknologis
   Pendekatan teknologi dalam menyusun kurikulum agama islam bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang sedang digalakkan disekolah/ madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis. [46]
   Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa digunakan untuk pembelajaran PAI yang menekankan pada know how cara menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah dan seterusnya. Pembelajaran dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan dan menilainya, Di samping itu, pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogram sedemikian rupa, agar pencapaian hasil pembelajaranya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. [47]
   Pendekatan teknologis ini sudah barang tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun produknya. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka dalam pembelajaran pendidikan agama islam tidak selamanya dapat menggunakan pendekatan teknologis. Jika dalam sebuah pembelajaran PAI menyangkut perencanaan dan proses bisa dengan pendekatan teknologis akan tetapi ketika harus mengevaluasi tentang keimanan peserta didik atas materi rukun iman misalnya, maka pendekatan teknologis tidak bisa digunakan, karena evaluasi ini sulit untuk diukur.[48]
   Berikut contoh pendekatan teknologis dalam pengembangan kurikulum PAI.  Sebagaiman tertuang dalam kurikulum:[49]
1.                 Standar kompetensi: Mampu mempraktikkan wudlu dan mengenal shalat fardhu.
2.                 Kompetensi dasar: Melaksanakan wudlu.
3.                 Hasil belajar:
a)         Mampu menjelaskan tatacara wudlu.
b)        Mampu menghafal niat wudlu.
c)         Mampu menyebutkan sunah-sunah wudlu.
d)        Mampu mempraktikan wudlu.
4.             Pendekatan Rekrontruksi Sosial
   Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik. [50]
   Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
1.             Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
2.             Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
3.             Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
4.             Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
5.             Berbagai pertimbangan perubahan politik.
6.             Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.[51]
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.[52]
Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:[53]
1.             Pendekatan Berorientasi pada Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
a.              Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
b.             Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.              Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
d.             Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.[54]
2.             Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
a.              Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.[55]
b.             Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a.              Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b.             Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
c.              Pendekatan tempat atau daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.[56]
c.              Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.[57]
3.             Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.[58] Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[59]
a)             Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff mode. Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut: Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.[60]
b)             Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).[61]
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini. Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain. Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya. Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat. Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.[62]










BAB III
PENUTUP
A.                KESIMPULAN
                        Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen  kurikulum  lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. Menurut Tyler, landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, sosial, budaya dan psikologis. Pendapat tersebut serupa dengan yang dikemukakan Murray Print bahwa landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, sosial budaya, dan psikologi, Perkembangan ilmu dan teknologi, perkembangan terakhir beliau menambahkan atau melengkapi landasan tersebut dengan landasan manajemen (organisatoris). Herman H.Horne, memberikan dasar atau asas kurikulum dengan tiga macam yaitu: Dasar Psikologis, Dasar Sosiologis, Dasar Filosofis. Sedangkan As Syaibani menetapkan lima dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar religi, falsafah, psikologis, sosiologis dan organisatoris. Heri Gunawan juga menambahkan landasan Spiritual dalam pengembangan kurikulum.
Menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A., ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yakni pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis dan pendekatan konstruksi sosial.
Kemudian oleh Dr. Abdullah Idi, M.Ed ditambahkan 3 pendekatan lagi, yaitu pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan dan pendekatan akuntabilitas.
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd membaginya menjadi 2 pendekatan yaitu, pendekatan top down (administrative/dari atas ke bawah) dan pendekatan grass roots (dari bawah ke atas).

B.                 SARAN
                        Landasan pengembangan kurikulum menjadi sebuah dasar akurasi pencapaian tujuan pendidikan harus benar-benar rigit, terang dan jelas dan bebas dari infiltrasi politik manapun. Sehingga produk pengembangan kurikulum yang dihasilkan benar-benar antisipatif, adaptif dan aplikatif sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.












DAFTAR  PUSTAKA

Abudin Nata, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Media Group
Al Attas M. Nuquib, 1998, Filsafat dan praktik Pendidikan Islam,Bandung : Mizan
Ali, Muhammad. 1989.Pengembangan Kurikulum di Sekolah.Bandung: Sinar Baru1989.
Andayani, Abdul Madjid dan Dian. 2004.Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi kurikulum.Bandung : PT Rosdakarya.
Ansyar, Muhammad.1989.Dasar Dasar Perkembangan Kurikulum.Jakarta: P2LPTK
Arifin, M. 1987.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Bina Aksara
 Depdikbud.1979.Kurikulum 1978
Ella Yulaelawati, 2003, Kurikulum dan pembelajaran filosofi, teori dan AAplikasi, Bandung : Pakar Raya
Gunawan, Heri, 2012, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung: Alfabeta
H.M. Arifin, 2006, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi AksaraI
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Muhaimin.2006.Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengrai Benang Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: PT Raja Gratindo Persada
Nana Syaodih Sukmadinata, 2011, Pengembangan Kurikulum Teori dan praktek,Bandung: Remaja Rosda karya
Nasution, S.1990.Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars
Nasution.1993.Pengembangan Kurikulum.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Oemar Hamalik, 2007, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,Bandung: Rosda Karya
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Jakarta: Kencana
Sanjaya,Wina.2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup
Soetopo, Hendyat dan Wasty Soemanto.1993.Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum.Jakarta: Bumi Akara
Subandijah. 1986.Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.Jakarta: Grafindo
Subandijah.1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada


[1] H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006) hlm.7, cet.II
[2] Al Attas M. Nuquib, Filsafat dan praktik Pendidikan Islam, (Bandung : Mizan, 1998)hlm.19
[3] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Rosda Karya, 2007) hlm.4
[4] Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Media Group, 2010) hlm.121
[5] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan praktek, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2011) hlm.155
[6] Gunawan, Heri, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabeta,2012) hlm.37
[7] Kompas: Selasa, 1 Mei 2001
[8] Subandijah.Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo, 1986.) hlm. 37
[9] Gunawan, Heri, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan agama Islam, (Bandung: Alfabeta, 2012)hlm.34
[10] Print, Murray, Curriculum desigh and Development, (Australia:Allen & Ulwin, 1993)
[11] Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986) hlm.37
[12] Ibid hlm.37
[13] Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986) hlm.37
[14] Ibid hlm.37
[15] Ibid hlm.37
[16] Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986) hlm.38
[17] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi kurikulum 2004.hlm 56-63
[18] Ella Yulaelawati, Kurikulum dan pembelajaran filosofi, teori dan AAplikasi, (Bandung : Pakar Raya, 2003) Hlm. 12
[19] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama ……..hlm 56-63
[20] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama ……...hlm:56-63
[21] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama ……...hlm:56-63
[22] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama ……...hlm 56-63
[23] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama ……...hlm 56-63
[24] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama ……...hlm 56-63
[25] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama ……...hlm 56-63
[26] Ansyar, Muhammad.Dasar Dasar Perkembangan Kurikulum.Jakarta: P2LPTK,1989) hlm.8-10
[27] Arifin,M.Filsafat Pendidikan Islam.(Jakarta: Bina Aksara, 1987).hlm.13
[28] Ibid.,hlm.13
[29] Ali, Muhammad.Pengembangan Kurikulum di Sekolah.(Bandung: Sinar Baru, 1989) hlm.12-13
[30] Ibid.,hlm.13
[31] Nasution,S. Asas-asas Kurikulum. (Bandung: Jemmars,1990) hlm.22-23
[32] Ali, Muhammad.Pengembangan Kurikulum di Sekolah.(Bandung: Sinar Baru, 1989) hlm.13
[33] Nasution,S. Asas-asas Kurikulum. (Bandung: Jemmars,1990) hlm.23
[34] H.E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) hlm.3, cet.II
[35] Zayadi, Ahmad, Manusia dan Pendidikan, Telaah Teosentris-Filosofis, (Bandung: Pusat Studi Pesantren dan Madrasah, 2006)
[36] Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007) hlm.200
[37] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.77
[38] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.139
[39] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010)  hlm.139-140
[40] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.140
[41] Ibid., hlm.140                                
[42] Ibid.,hlm.142
[43] Ibid.,hlm.142
[44] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.142
[45] Ibid,. hlm.143
[46] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.164
[47] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.164
[48] Ibid.,hlm.164
[49] Ibid.,hlm.165
[50] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010) hlm.180
[51] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.180
[52] Ibid.hlm180
[53]Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-201

[54] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-201
[55] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-202
[56] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-202
[57] Ibid., hlm. 200-202
[58] Nasution.Pengembangan Kurikulum.(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993) hlm.50 dalam Abdullah Idi.Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007) hlm.203
[59] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.78-81
[60] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.78-81
[61] Ibid.hlm: 78-81
[62] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm: 78-81

2 komentar :

  1. siip makalahnya gan, pembahasan luas, sekedar buat perbandingan ada makalah tentang landasan pengembangan kurikulum PAI... bisa dilihat di:

    http://pustakailmiah78.blogspot.co.id/2015/12/landasan-pengembangan-kurikulum_24.html?m=1

    BalasHapus