Oleh : Surindi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah proses yang kompleks. Menurut H.M.
Arifin pendidikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang bisa
menghasilkan manusia berbudaya.[1] Sedangkan menurut Al Attas M. Nuquib
pendidikan adalah proses ganda, bagian pertamanya adalah melibatkan masuknya
unit-unit makna suatu obyek pengetahuan kedalam jiwa seseorang dan yang kedua
melibatkan sampainya jiwa pada unit-unit makna tersebut.[2] Untuk mencapai
tujuan-tujuan yang diharapkan dalam pendidikan, jelas diperlukan adanya jalan
atau sarana yang mengantarkan pada tujuan tersebut. Adapun sarana atau jalan
dalam pendidikan sering disebut kurikulum.
Kurikulum menurut Romine
(1954) yang dikutib Oemar Hamalik mendefinisikan sebagai berikut :
“Curriculum is interpreted to meand all of the
organized courses, activites and experiences which pupil have under direction
of the school, whether in the classroom or not.”[3]
Menurut Mohammad Al
Toumy Al Syaibany dalam Abudin Nata mendefinisikan kurikulum dalam bahasa Arab
“Manhaj” yang bermakna jalan terang, atau jalan terang yang dilalui
manusia dalam kehidupan. Pengertian ini terkait dengan hal yang paling menonjol
dari isi kurikulum, yaitu susunan bahan atau mata pelajaran yang akan digunakan
sebagai acuan dalam kegiatan pendidikan.[4]
Sedangkan pengertian
kurikulum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, pasal 1
ayat 19, adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Jadi pada hakekatnya
kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan . Kurikulum sebagai
suatu program terencana (Program of plained activities) memiliki rentang
yang cukup luas sehingga membentuk suatu pandangan yang menyeluruh . Sehingga
disatu pihak kurikulum bisa dimaknai dokumen atau rencana tertulis mengenai
kualitas yang harus dimiliki melalui suatu pengalaman belajar, namun bisa
dipandang sebagai program terencana dan menyeluruh yang menggambarkan kualitas
suatu bangsa.
Sangat dapat dipahami
dinamika perubahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat global yang begitu
deras mengharuskan terjadinya pengembangan kurikulum pada suatu Negara termasuk
Indonesia. Mengapa kurikulum perlu
pengembangan paling tidak ada tiga faktor,yaitu:
Pertama, karena adanya
perubahan filosofi tentang manusia dan pendidikan, khususnya mengenai hakekat
kebutuhan peserta didik terhadap pendidikan atau pembelajaran.
Kedua, cara karena cepatnya
perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga subject matter yang harus disampaikan kepada peserta didik pun
semakin banyak dan beragam. Pengembangan tersebut
menjadi amat penting seiring dengan kontinuitas segala kemungkinan yang terjadi
berkaitan dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
budaya pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di masa depan. Jenlink (1995) mengungkapkannya dengan mengatakan
the
future will be dramatically different from the present, and it is already
calling us into preparation for major changes being brought to life by forces
of change that will require us to transcend current mindsets of the world we
know ---masa depan akan berbeda secara
dramatis dari masa sekarang, dan itu sudah menuntut kita mempersiapkan untuk
perubahan penting yang sedang terjadi pada kehidupan kita dengan kekuatan
perubahan yang akan memerlukan kita mengalihkan pola pikir kita sekarang tentang dunia yang kita ketahui.
Ketiga, adanya perubahan
masyarakat, baik secara sosial, politik, ekonomi dan daya dukung lingkungan
alam pada tingkat local maupun global. Berdasarkan tiga dasar tersebut sesuai
dengan sifat kurikulum yang dinamis senantiasa perlu dievaluasi dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan esensial pendidikan. walaupun perlu saya
tegaskan bahwa kurikulum bukan satu-satunya faktor penentu kualitas pendidikan,
sehingga pada proses perbaikan mutu pendidikan harus memperhatikan faktor lain
yang secara bersama-sama mendukung proses pencapaian tujuan pendidikan kita.
Dalam pengembangan
sebuah kurikulum memperhatikan: pertama, harus bersifat antisipatif, adabtif
dan aplikatif. Kedua, memperhatikan link and match antara in put
dengan out put dan out come
yang dibutuhkan. Ketiga, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan orang
yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, Nana Syaodih Sukmadinata
berpendapat bahawa:
“… dalam mengembangkan
kurikulum banyak pihak yang berturut berpartisipasi, yaitu administrator
pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru
dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat.”[5]
Keempat, memperhatikan
landasan utama dalam pengembangan kurikulum pendidikan. Keempat hal tersebut menjadi
hal yang sangat perlu diperhatikan dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum.
Landasan-landasan yang dimaksud adalah : (1) Landasan filosofis (2) Landasan
psikologis (3) Landasan sosiologis atau landasan sosial budaya (4) Landasan pengembangan
sosial budaya.[6]
Kurikulum, dalam hal ini, membutuhkan landasan yang kuat
agar dapat dikembangkan oleh sekolah. Namun, pada kenyataaannya kurikulum
dibuat sesuai standar kompetensi dan standar nasional yang dibuat dan
ditetapkan oleh pemerintah. Seharusnya, pengembangan kurikulum itu dilakukan
oleh sekolah atau lembaga pendidikan tersebut yang lebih mengerti dan paham
kurikulum seperti apa yang lebih dibutuhkan. Pengalaman selama setengah abad
negeri ini mengelola sendiri sistem pendidikannya menunjukkan, setiap kali
muncul pembicaraan yang mengarah pada upaya perbaikan sistem pendidikan
nasional selalu yang menjadi titik berat perhatian adalah pembenahan kurikulum.[7] Termasuk didalamnya lahirnya kurikulum 2013 yang terkesan
dipaksakan.
Mengapa hal
tersebut dapat terjadi? Apakah benar kurikulum memang memiliki dasar dan
landasan yang kuat yang memang disiapkan agar peserta didik, pendidik, orang
tua dan komponen pendidikan lainnya sesuai dengan tujuan pendidikan dan standar
pendidikan. Apa yang mendasari itu semua? Benarkah kurikulum itu dibuat untuk
memperbaiki kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru, yang sering disebut
dengan evaluasi kurikulum? Dimana sistem evaluasi digunakan untuk
menentukan tingkat pencapaian keberhasilan peserta didik dalam bentuk hasil
khusus.[8]
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar
belakang di atas, maka penulisrumusan masalah yang akan dibahas adalah
1.
Apa landasan utama sebagai dasar pijak
pengembangan kurikulum?
2.
Bagaimana Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui Landasan utama Pengembangan Kurikulum
2.
Mengetahui pendekatan Pengembangan kurikulum PAI
D.
KEGUNAAN
Dalam pembuatan makalah ini, ada beberapa manfaat yang dapat
diambil:
1.
Adanya makalah ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai sumbangan pemikiran terhadap suatu ilmu.
2.
Penyusunan makalah ini dapat dikaji bersama
dalam forum diskusi
3.
Mencari solusi yang bijak dalam menyelesaikan
masalah yang timbul dalam dunia pendidikan terutama menyangkut pengembangan
kurikulum berbasis nilai.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Istilah pengembangan menunjukan kepada suatu kegiatan yang
menghasilkan suatu cara yang baru dimana suatu kegiatan tersebut penilaian dan
penyempurnaan terhadap cara tersebut terus dilakukan, pengertian pengembangan
ini berlaku juga dalam bidang pendidikan. [9] Murray Print mengatakan bahwa pembangunan kurikulum adalah :”curriculum
development is defined as the process of plaining, constructing, implementing,
and evaluating learning opportunities intended to produce desired changes in
learners.”[10] Maksudnya bahwa
pengembangan kurikulum adalah sebagai proses perencanaan, membangun, menerapkan
dan mengevaluasi peluang pembelajaran diharapkan menghasilkan perubahan dalam
belajar.
Kepada Kurikulum
informal terdiri atas kegiatan yang direncanakan, namun tidak langsung
berhubungan dengan kelas atau mata pelajaran tertentu dan kurikulum itu
dipertimbangkan sebagai pelengkap bagi kurikulum formal. Kurikulum formal
mengikuti rencana kurikulum itu sendiri dan rencana pengajaran yang keduanya
ini akan menjadi fokus pembicaraan kita, yaitu apakah pengembangan kurikulum
itu? Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen
kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.[11]
Berdasarkan pandangan di atas bahwa keberhasilan kegiatan
pengembangan kurikulum dalam proses pendidikan dan pengajaran dijumpai beberapa
hal pokok yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum. Pertama,
adalah filsafat hidup bangsa, sekolah dan guru itu sendiri. Dalam hal ini
negara Indonesia adalah negara Pancasila. Jadi segala kegiatan sekolah atau
proses belajar mengajar yang diselenggarakan di sekolah harus diarahkan pada
pembentukan pribadi peserta didik ke arah manusia Pancasila.[12]
Kedua, adalah
pertimbangan harapan, kebutuhan dan permintaan masyarakat akan produk
pendidikan. Hal ini berarti asas relevansi pengembangan kurikulum harus dijaga.
Disamping itu kondisi masyarakat lokal perlu dipertimbangkan dalam pengembangan
kurkulum.[13] Ketiga, hal yang
penting dalam pengembangan kurikulum adalah kesesuaian kurikulum dengan kondisi
peserta didik. Sebab kurikulum pada dasarnya adalah untuk peserta didik. Oleh
karena itu dalam pengembangan kurikulum para pengembang kurikulum harus
memperhatikan karakteristik peserta didik, baik karakteristik umum maupun khusus.[14]
Keempat,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri untuk dipertimbangkan dalam proses pengembangan kurikulum. Pada
hakikatnya kurikulum berisikan ilmu pengetahuan dan teknologi (meskipun tidak
semua isi kurikulum). Tetapi pada hakikatnya ilmu pengetahuan yang ada sedang
berkembang dan dikembangkan perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum.[15]
Pengembangan
kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang
dicapai bukan semata mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih
dititikberatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pengamanan kurikulum
merupakan proses yang menyangkut banyak faktor yang perlu dipertimbangkan.
Disamping keempat determination sets tersebut di atas, masih banyak lagi hal
yang perlu dipertimbangkan misalnya pertentangan akan pernyataan tentang
kurikulum. Siapa yang terlibat dalam pengambangan kurikulum, bagaimana
prosesnya, apa tujuannya dan kepada siapa ditujukan. Untuk menjawab
permasalahan ini, maka perlu ditinjau lagi tentang pengembangan kurikulum
menurut pendapat beberapa hal lain.[16]
Menurut Tyler, landasan kurikulum terdiri dari landasan
filosofis, sosial, budaya dan psikologis. Pendapat tersebut serupa dengan yang
dikemukakan Murray Print bahwa landasan kurikulum terdiri dari landasan
filosofis, sosial budaya, dan psikologi, Perkembangan ilmu dan teknologi,
perkembangan terakhir beliau menambahkan atau melengkapi landasan tersebut
dengan landasan manajemen (organisatoris).[17]
Beberapa landasannya
antara lain:
1.
Landasan Pengembangan Secara Filosofis
Landasan ini penting
agar melihat suatu fenomena atau persoalan dengan sebenar-benarnya sehingga
dapat menjadi penyelesaian secara bijak dan akurat. Menurut Ella Yuliawati,
bahwa setiap aliran filsafat memiliki karakteristik masing-masing :
a.
Perenialisme,
lebih menekankan kepada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
b.
Esensialisme,
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna.
c.
Eksistensialisme,
menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
d.
Progresivisme,
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
e.
Rekonstruktivisme,
merupakan erabolarasi lanjut dari aliran progresivisme. disamping menekankan
perbedaan individual, rekonstruksivisme lebih menekankan tentang pemecahan
masalah dan berfikir kritis.[18]
Landasan filosofis pancasila yang dianut oleh Negara kita dengan
prinsip demokratis, mengandung makna bahwa peserta didik diberi kebebasan untuk
berkembang dan mampu berfikir intelegen dikehidupan masyarakat, melakukan
aktivitas yang dapat memberikan manfaat terhadap hasil akhir dan menekankan
nilai-nilai manusiawi dan kultural dalam pendidikan.[19] Dalam pengembangan
kurikulum 2013 aplikasi filosofi
didasarkan pada kualitas yang perlu dimiliki generasi muda dibagi dalam
:
a.
Ide
Kurikulum : (1) Competency-based curriculum (2) berdasar standar based, (3)
Berakar pada budaya (4) mempersiapkan untuk kehidupan masa kini dan masa depan
(5) menekankan keseimbangan antara Soft Skills dan hard skills.
b.
Isi
Kurikulum: (1) kompetensi inti (2)
Kompetensi dasar (3) konten lebih sederhana (4) kesesuaian dengan
lingkungan peserta didik
c.
Pembelajaran
: (1) menekankan pada aplikasi (2) terkait dengan kehidupan (3) Mengembangkan
kemampuan, mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah dan
mengkomunikasikan temuan (4) menekankan pada kemampuan berpikir kritis, kreatif
dan produktif (5) mengembangkan kemampuan belajar.
d.
Penilaian
hasil belajar : (1) Menekankan kepada kemampuan berpikir dan melakukan (2)
Menekankan kepada sikap dan prilaku (3) Pengetahuan tetap dihargai.
2.
Landasan Pengembangan
Secara Psikologis
Teori
belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian ada
hubungan yang erat antara kurikulum dengan psikologi belajar dan psikologi
anak.[20] Para ahli
pengembangan kurikulum selalu menjadikan anak sebagai salah satu pokok
pemikiran, agar anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat
mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma dan dapat menguasai sejumlah
keterampilan. Persoalan yang penting ialah bagaimana anak itu belajar, dalam
keadaan yang bagaimana pelajaran itu memberi hasil yang sebaik-baiknya, maka
kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara yang efektif terhadap
suatu proses yang pelik dan komplek tersebut, maka timbullah berbagai teori
belajar.[21] Pendekatan dalam belajar ini memungkin penerapan teori
belajar tentang kemampuan berpikir, kebiasaan belajar, sikap, dan ketrampilan
psikomotorik. Kelompok kemampuan ini yang merupakan kompetensi utama dalam
belajar dan termasuk ke dalam yang dinamakan developmental content, hanya dapat dikembangkan melalui suatu
kegiatan belajar yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Kegiatan belajar yang
dikembangkan dalam Obervation-based
learning, Collaborative Learning, dan Project-Based Learning memberikan
kesempatan yang leluasa untuk mengembangkan kemampuan kelompok developmental content. Aplikasi dari
kegiatan belajar yang demikian adalah pada pengembangan kurikulum yang memiliki
desain sesuai dengan karakteristik konten tersebut dalam bentuk proses belajar.
Artinya, diperlukan suatu desain kurikulum yang menerapkan proses belajar yang
berkelanjutan dan berkesimbungan.
3.
Landasan
Pengembangan Secara Sosial Budaya
Indonesia memiliki
kebudayaan yang sangat heterogen di tiap daerah dan masyarakatnya. Oleh sebab
itu, masyarakat merupakan suatu faktor yang begitu penting dalam penggembangan
kurikulum sehingga aspek sosiologis dijadikan salah satu asas. Dalam hal ini
pun kita harus menjaga, agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga
timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau “ society centered
curriculum “. Di Indonesia belum tertuju kearah itu, tetapi perhatian
terhadap perkembangan kebudayaan yang ada di masyarakat sudah diwujudkan dalam
bentuk kurikulum muatan lokal di tiap daerah. Dengan dijadikannya sosiologis
sebagai landasan pengembangan kurikulum, maka peserta didik nantinya diharapkan
mampu bekerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat.[22]
Demikian pula fenomena
negatif yang mengemuka antara lain terkait dengan masalah perkelahian pelajar,
masalah narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian, dan gejolak
sosial di masyarakat (sosial unrest). Permasalahan sosial merupakan hal yang selalu harus
mendapat perhatian kurikulum dan berpengaruh terhadap kurikulum, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Oliva (1992). Oliva mengatakan curriculum is a product of its time . . .. Curriculum
reponds to and is changed by sosial forces, philosophical positions,
psychological principles, accumulating knowledge, and educational leadership at
its moment its history.
Perubahan yang terjadi di masyarakat harus dijawab tetapi
juga berpengaruh terhadap kurikulum sehingga perubahan kurikulum merupakan
sesuatu yang tak dapat dielakkan.
4.
Landasan Pengembangan Kurikulum Dari Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Landasan ini berkenaan
dengan perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Salah satu ciri
dari masyarakat adalah selalu berkembang. Masyarakat yang berkembang karena
dipengaruhi perkembangan ilmu dan tekhnologi, yang memiliki pengaruh yang cukup
kuat pada pengembangan kurikulum, terutama teknologi industri, transportasi,
komunikasi, telekomunikasi dan elektronik yang menyebabkan masyarakat
berkembang sangat cepat menuju masyarakat terbuka, masyarakat informasi dan
global. Perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan setiap individu warga
masyarakat, mempengaruhi pengetahuan, kebiasaan bahkan pola-pola hidup mereka.[23]
Tantangan
eksternal yang dihadapi dunia pendidikan
berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di
masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta
berbagai fenomena negatif yang mengemuka. Tantangan
masa depan antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang
terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi,
kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat
internasional. Di era globalisasi, dimana terjadi
perubahan-perubahan yang sedang dan akan berlangsung dalam waktu cepat.
Dunia menjadi
semakin transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas. Hubungan komunikasi, informasi, dan
transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat sebagai akibat dari
revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus
globalisasi menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan
tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat
terlihat di WTO, ASEAN Community, APEC, dan AFTA. Tantangan masa depan juga
terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas
teknosains, serta mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan.
Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International TIMSS (Trends in International Mathematics and
Science Study) dan PISA (Program for
International Student Assessment) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa
capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan
yang dikeluarkan TIMSS dan PISA yang hanya menduduki peringkat empat besar dari
bawah. Penyebab capaian ini antara lain adalah karena banyaknya materi uji yang
ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat di kurikulum Indonesia.
Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi
arus globalisasi antara lain berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi,
kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral
suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab,
kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda,
dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Disamping itu generasi
Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan
untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan memiliki
rasa tanggung-jawab terhadap lingkungan.
5.
Landasan Pengembangan
Kurikulum Secara Organisatoris
Landasan ini berkenaan
dengan bentuk organisasi bahan pelajaran yang disajikan. Bagaimana bahan pelajaran
akan disajikan. Apakah dalam bentuk bidang studi yang terpisah-pisah, ataukah
di usahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam
bentuk broad field atau bidang studi seperti yang dilaksanakan di
Indonesia pada saat ini. Contoh IPA, IPS, Bahasa dan lain-lain. Berdasarkan
ilmu jiwa Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan. Karena kurikulum itu bermakna
dan lebih relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini
lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated curriculum.[24]
Mengacu kepada landasan pengembangan kurikulum di atas,
maka tujuan kegiatan siswa akan menekankan pada pengembangan sikap dan perilaku
agar berguna dalam suatu kehidupan masyarakat yang demokratis.[25]
Dasar atau asas kurikulum adalah kekuatan kekuatan utama
yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum susunan atau organisasi
kurikulum. Dasar atau asas kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau
determinant kurikulum. [26]
Herman H.Horne,
memberikan dasar atau asas kurikulum dengan tiga macam yaitu:
1.
Dasar Psikologis, yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (The
ability and needs of children).
2.
Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk
mengetahui tuntutan yang sah dari masyarakat (The legitimate demans of
society).
3.
Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui
keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of univrse in which we
live).[27]
Namun pendapat di atas sesungguhnya belum menjamin
bahwa suatu kurikulum dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
karena belum memasukkan nilai nilai yang wajib yang diresapi oleh peserta didik
sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.[28]
As Syaibani menetapkan
lima dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar religi, falsafah, psikologis,
sosiologis dan organisatoris.
1.
Dasar Religius, dasar yang ditetapkan
berdasarkan nilai nilai Ilahi yang tertuang dalam al Qur`an, Sunnah karena
kedua kitab tersebut merupakan nilai kebenaran yang universal, abadi dan
bersifat futuristik.[29]
2.
Dasar Falsafah, dasar ini memberi arah dan
kompas tujuan pendidikan. Dengan dasar filosofis sehingga susunan kurikulum
mengandung satu kebenaran terutama kebenaran dibidang nilai nilai sebagai
pandangan hidup yang diyakini dari suatu kebenaran. Hal tersebut karena satu
kajian filsafat adalah sistem nilai, baik yang berkaitan dengan cara hidup dan
kehidupan, norma norma yang muncul dari individu sekelompok masyarakat ataupun
bangsa yang dilatarbelakangi pengaruh agama, adat istiadat dan konsep individu
tentang pendidikan.[30]
3.
Dasar Psikologis, dasar ini mempertimbangkan
tahapan psikis anak didik yang berkaitan dengan perkembangan jasmaniah,
kematangan, bakat bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi, sosial, kebutuhan
dan keinginan individu, minat dan kecakapan. Dasar psikologis terbagi kepada
dua macam, yaitu: pertama psikologi belajar, hakikat anak itu dapat dididik,
dibelajarkan dan diberikan sejumlah materi dan pengetahuan. Disamping itu
hakikat anak dapat merubah sikapnya serta dapat menerima norma norma, dapat mempelajari
keterampilan keterampilan berpijak dari kemampuan anak tersebut. Oleh karena
itu bagaimana kurikulum memberikan peluang belajar bagi anak tersebut dan
bagaimana proses belajar berlangsung, serta dalam keadaan bagaimana anak itu
memberi hasil yang sebaik baiknya. Kedua psikologi anak, setiap anak mempunyai
kepentingan yakni untuk mendapatkan situasi situasi belajar kepada anak anak
untuk mengembangkan bakatnya. Oleh karena itu wajarlah bila anak merupakan
faktor penentu dalam pembinaan kurikulum yang berlangsung selama proses belajar
mengajar.[31]
4.
Dasar Sosiologis, dasar ini memberikan implikasi
bahwa kurikulum pendidikan memegang peranan penting terhadap penyampaian dan
pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu, rekonstruksi masyarakat.
Meskipun sering kita temukan kesulitan dalam bentuk kebudayaan macam apa yang
patut disampaikan serta ke arah mana proses sosialisasi dan bentuk masyarakat
yang bagaimana yang ingin direkonstruksikan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Hal tersebut karena tidak mudah mengkaji tuntutan masyarakat terutama karena
adanya pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan masyarakat
selalu dalam proses perkembangan sehingga tuntuannya dari masa kemasa tidak
selalu sama.[32]
5.
Dasar Organisatoris, dasar ini mengenai bentuk
penyajian bahan pelajaran, yakni organisasi kurikulum. Dasar ini berpijak dari
ilmu jiwa assosiasi yang menganggap kurikulum adalah sejumlah bagian bagiannya
sehingga menjadikan kurikulum mata pelajaran yang terpisah pisah. Kemudian
disusul ilmu jiwa Gestalt yang menganggap kurikulum mempengaruhi organisasi
kurikulum yang disusun secara unit tanpa adanya batas batas antara berbagai
mata pelajaran, kedua psikologi tersebut tidak lepas dari keuntungan dan
kelebihannya.[33]
Tekanan
pada munculnya landasan religius juga di muncul dari Heri Gunawan. Landasan religius dalam pengembangan kurikulum maksudnya,
bahwa kurikulum yang dikembangkan dalam satuan pendidikan muatanya harus
menyesuaikan dengan keinginan sang pencipta manusia tentang pembinaan manusia. Karena
yang dibina dalam kurikulum adalah manusia. Pertanyaan berikutnya siapa
pencipta manusia itu? Nalar sehat kita
akan mengatakan Allah SWT, dialah maha pencipta, pemelihara, pengatur sekaligus
Tuhan semesta alam. Maka pengembangan kurikulum harus mengacu pada nilai-nilai
spirit Al qur’an dan hadit nabiNya.
|
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,” (3:103).
Banyak yang beranggapan, agama itu terpisah dalam
kehidupan. Atau dalam membicarakan kurikulum pendidikan jangan melibatkan agama
tertentu. Rupanya hal ini menjadi suatu bagian yang melekat erat dalam
pandangan dan anggapan masyarakat global sekarang yang tidak mengedepankan atau
mengikutsertakan ajaran agama atau Islam untuk menjadi spirit dalam aktivitas
dunia kehidupan.
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim."(5:45)
Di sini saya mohon maaf, yang mengatakan zalim
bukan saya, tapi Allah. Memutuskan perkara yang dimaksud dalam ayat ini jangan
tarikanya disempitkan pada ranah hukum semata, tetapi semua ranah perikehidupan
manusia menyangkut hajat orang banyak ya didalamnya menyangkut spirit kurikulum
kita. Maka penting artinya konsep spiritual dimasukkan dalam salah satu
landasan penyusunan kurikulum.
Kurikulum baru 2013
diarahkan kepada pendidikan nilai dan sikap, yang sekarang popular dengan
pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak
baik lahir maupun batin dari sifat kodratinya menuju kearah peradaban yang
manusiawi dan lebih baik.[34]
Menurut Jayadi karena yang dibina adalah manusia maka
pengembangan kurikulum harus menyesuaikan pada fitrah manusia. Fitrah manusia
terdiri dari : (1) Fitah jasmani (2) fitrah ruhani (3) fitrah nafs.[35]
C.
Pendekatan Pengembangan
Kurikulum PAI
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan
strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan
yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.[36]
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak
atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.[37]
Di dalam teori kurikulum
setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan
humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan rekontruksi sosial.[38]
Ditinjau
dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya,
maka tipologi perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi
lebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga
pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis kontektual
falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam
beberapa hal lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan
humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis.
Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan
rekonstruksi sosial.[39]
Berikut
adalah bentuk dari berbagai pendekatan pengembangan kurikulum PAI, antara lain:
1.
Pendekatan Subjek
Akademis
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan,
mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud,
metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu
masing-masing. Para ahli akademis
terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik
untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk
mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih
dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang
diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.[40]
Pendidikan
agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak,
ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek
tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits,
Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan
dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan
disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks,
yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.[41]
2.
Pendekatan Humanistis
Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak
dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi
peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia
merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan
program pendidikan.[42]
Kurikulum
Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini
berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih
memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan
dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh
karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[43]
1.
Mendengar pandangan realitas peserta didik
secara komprehensif.
2.
Menghormati individu peserta didik.
3.
Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik
diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat
kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan
prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan
perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan
tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:[44]
1.
Integrasi
semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain
kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
2.
Kesadaran
dan kepentingan.
3.
Respon
terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.
Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:
1.
Keterlibatan
emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual
peserta didik.
2.
Meskipun
kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman
peserta didik.
3.
Kurikulum
ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
3.
Pendekatan Teknologis
Pendekatan teknologi dalam
menyusun kurikulum agama islam bertolak dari analisis kompetensi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan,
kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan
analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang
sedang digalakkan disekolah/ madrasah termasuk dalam kategori pendekatan
teknologis. [46]
Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa
digunakan untuk pembelajaran PAI yang menekankan pada know how cara
menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji,
puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah dan seterusnya. Pembelajaran
dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan
sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola,
melaksanakan dan menilainya, Di samping itu, pendekatan teknologis ingin
mengejar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya)
diprogram sedemikian rupa, agar pencapaian hasil pembelajaranya (tujuan) dapat
dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses
pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien. [47]
Pendekatan teknologis ini sudah barang tentu memiliki
keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada hal-hal yang bisa
dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun
produknya. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka dalam pembelajaran
pendidikan agama islam tidak selamanya dapat menggunakan pendekatan teknologis.
Jika dalam sebuah pembelajaran PAI menyangkut perencanaan dan proses bisa
dengan pendekatan teknologis akan tetapi ketika harus mengevaluasi tentang
keimanan peserta didik atas materi rukun iman misalnya, maka pendekatan
teknologis tidak bisa digunakan, karena evaluasi ini sulit untuk diukur.[48]
Berikut contoh pendekatan teknologis dalam pengembangan kurikulum
PAI. Sebagaiman tertuang dalam kurikulum:[49]
1.
Standar
kompetensi: Mampu mempraktikkan wudlu dan mengenal shalat fardhu.
2.
Kompetensi
dasar: Melaksanakan wudlu.
3.
Hasil
belajar:
a)
Mampu menjelaskan tatacara wudlu.
b)
Mampu menghafal niat wudlu.
c)
Mampu menyebutkan sunah-sunah wudlu.
d)
Mampu mempraktikan wudlu.
4.
Pendekatan Rekrontruksi Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum
dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini
bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia
dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja,
tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan
lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional.
Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama.
Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang
dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik. [50]
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara
lain melibatkan:
1.
Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
2.
Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal
dengan ekonomi nasional atau internasional.
3.
Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi
ekonomi lokal.
4.
Uji coba kaitan praktek politik dengan
perekonomian.
5.
Berbagai pertimbangan perubahan politik.
Pembelajaran yang
dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria
berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai.
Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu
kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan
masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.[52]
Dr. Abdullah Idi, M.Ed
dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, menambahkan 3
(tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:[53]
1.
Pendekatan Berorientasi pada Tujuan
Pendekatan ini
menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi
sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang
berorientasi pada tujuan adalah:
a.
Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun
kurikulum.
b.
Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang
jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.
Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan
memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
d.
Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu
penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.[54]
2.
Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat
dilihat dari pola pendekatan:
a.
Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini
penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya:
sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak
berhubungan satu sama lain.[55]
b.
Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah
pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang
sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan
sebagainya.
Pendekatan ini dapat
ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a.
Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri
atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b.
Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini
berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
c.
Pendekatan tempat atau daerah
c.
Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai
arti tertentu, Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah
bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki
arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.[57]
3.
Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability atau pertanggungjawaban
lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir
ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang
sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri
pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific
management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang
harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab
atas penyelesaian tugas itu.[58]
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua
pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[59]
a)
Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top
down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando
dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga
dinamakan line staff mode. Dilihat dari cakupan pengembangannya,
pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang
benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan
kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement). Prosedur kerja atau proses
pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut: Langkah
pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Langkah
kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan
atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Langkah Ketiga,
apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja,
selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi
catatan-catatan atau direvisi. Langkah Keempat, para administrator
selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan
kurikulum yang telah tersusun itu.[60]
b)
Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots
atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu
disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat
sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena
sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam
penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang
terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum
construction).[61]
Ada beberapa langkah
penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala menggunakan pendekatan
grass roots ini. Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan
guru tentang kurikulum yang berlaku. Kedua, mengadakan refleksi.
Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan misalnya dengan
membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita
hadapi atau mengkaji sumber informasi lain. Ketiga, mengajukan hipotesis
atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah
dan cara penanggulangannya. Keempat, menentukan hipotesis yang sangat
mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Kelima,
mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga
terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi
atau meminta pendapat teman sejawat. Keenam, membuat dan menyusun
laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat
penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga
memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada
gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.[62]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengembangan
kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang
lebih baik. Menurut Tyler, landasan kurikulum terdiri dari landasan
filosofis, sosial, budaya dan psikologis. Pendapat tersebut serupa dengan yang
dikemukakan Murray Print bahwa landasan kurikulum terdiri dari landasan
filosofis, sosial budaya, dan psikologi, Perkembangan ilmu dan teknologi,
perkembangan terakhir beliau menambahkan atau melengkapi landasan tersebut
dengan landasan manajemen (organisatoris). Herman H.Horne,
memberikan dasar atau asas kurikulum dengan tiga macam yaitu: Dasar Psikologis,
Dasar Sosiologis, Dasar Filosofis. Sedangkan As Syaibani menetapkan lima
dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar religi, falsafah, psikologis,
sosiologis dan organisatoris. Heri Gunawan juga menambahkan landasan Spiritual
dalam pengembangan kurikulum.
Menurut Prof. Dr. H.
Muhaimin, M.A., ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yakni
pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis dan
pendekatan konstruksi sosial.
Kemudian oleh Dr.
Abdullah Idi, M.Ed ditambahkan 3 pendekatan lagi, yaitu pendekatan
berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan dan
pendekatan akuntabilitas.
Menurut Prof. Dr. H.
Wina Sanjaya, M.Pd membaginya menjadi 2 pendekatan yaitu, pendekatan top
down (administrative/dari atas ke bawah) dan pendekatan grass roots (dari
bawah ke atas).
B.
SARAN
Landasan pengembangan kurikulum
menjadi sebuah dasar akurasi pencapaian tujuan pendidikan harus benar-benar
rigit, terang dan jelas dan bebas dari infiltrasi politik manapun. Sehingga
produk pengembangan kurikulum yang dihasilkan benar-benar antisipatif, adaptif
dan aplikatif sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, 2010,
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Media Group
Al Attas M.
Nuquib, 1998, Filsafat dan praktik Pendidikan Islam,Bandung : Mizan
Ali, Muhammad. 1989.Pengembangan Kurikulum di Sekolah.Bandung:
Sinar Baru1989.
Andayani, Abdul Madjid dan Dian. 2004.Pendidikan Agama
Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi kurikulum.Bandung : PT
Rosdakarya.
Ansyar, Muhammad.1989.Dasar Dasar Perkembangan Kurikulum.Jakarta:
P2LPTK
Arifin, M. 1987.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:
Bina Aksara
Depdikbud.1979.Kurikulum 1978
Ella
Yulaelawati, 2003, Kurikulum dan pembelajaran filosofi, teori dan AAplikasi,
Bandung : Pakar Raya
Gunawan, Heri,
2012, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung:
Alfabeta
H.M. Arifin, 2006, Ilmu Pendidikan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta:
Bumi AksaraI
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Muhaimin.2006.Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengrai
Benang Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: PT Raja Gratindo Persada
Nana Syaodih Sukmadinata, 2011, Pengembangan
Kurikulum Teori dan praktek,Bandung: Remaja Rosda karya
Nasution, S.1990.Asas-asas
Kurikulum. Bandung: Jemmars
Nasution.1993.Pengembangan Kurikulum.Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti
Oemar Hamalik, 2007, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum,Bandung: Rosda Karya
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori
dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Jakarta:
Kencana
Sanjaya,Wina.2009. Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup
Soetopo, Hendyat dan Wasty Soemanto.1993.Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum.Jakarta: Bumi Akara
Subandijah. 1986.Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.Jakarta:
Grafindo
Subandijah.1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
[1] H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis
dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006) hlm.7, cet.II
[2] Al Attas M. Nuquib, Filsafat
dan praktik Pendidikan Islam, (Bandung : Mizan, 1998)hlm.19
[3] Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Rosda Karya, 2007) hlm.4
[4]
Abudin Nata, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Media Group, 2010) hlm.121
[5] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum
Teori dan praktek, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2011) hlm.155
[6] Gunawan, Heri, Kurikulum dan
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabeta,2012) hlm.37
[9] Gunawan, Heri, Kurikulum dan
Pembelajaran Pendidikan agama Islam, (Bandung: Alfabeta, 2012)hlm.34
[10] Print, Murray, Curriculum
desigh and Development, (Australia:Allen & Ulwin, 1993)
[17] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi, Konsep dan Implementasi kurikulum 2004.hlm 56-63
[18]
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan pembelajaran filosofi, teori dan AAplikasi, (Bandung
: Pakar Raya, 2003) Hlm. 12
[34]
H.E. Mulyasa, Pengembangan
dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) hlm.3,
cet.II
[35] Zayadi, Ahmad, Manusia dan Pendidikan,
Telaah Teosentris-Filosofis, (Bandung: Pusat Studi Pesantren dan Madrasah,
2006)
[36] Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2007) hlm.200
[37] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.77
[38] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori
Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.139
[39] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. ( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2010) hlm.139-140
[40] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2010) hlm.140
[41] Ibid., hlm.140
[44] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2010) hlm.142
[46] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010)
hlm.164
[47] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2010) hlm.164
[50] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori
Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010) hlm.180
[51] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori
Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.180
[53]Subandijah., Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28
dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-201
[54] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-201
[55] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-202
[56] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-202
[58] Nasution.Pengembangan Kurikulum.(Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1993) hlm.50 dalam Abdullah Idi.Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007) hlm.203
[59] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010)
hlm.78-81
[60] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan
Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta:
Kencana, 2010) hlm.78-81
[62] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan
Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta:
Kencana, 2010) hlm: 78-81
mhn izin ngopy ya sobat
BalasHapussiip makalahnya gan, pembahasan luas, sekedar buat perbandingan ada makalah tentang landasan pengembangan kurikulum PAI... bisa dilihat di:
BalasHapushttp://pustakailmiah78.blogspot.co.id/2015/12/landasan-pengembangan-kurikulum_24.html?m=1